Bebas adalah ciri dan karakter yang menonjol dalam kehidupan mahasiswa jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan sebelumnya  , tingkat menengah   – terutama di Indonesia.  Karena di beberapa  negara , kehidupan siswa-siswa SMAnya bebas – tanpa seragam, sebagaimana kehidupan mahasiswa di Indonesia.  Kebebasan kehidupan mahasiswa di Indonesia ditengarai dari mulai pakaian belajar ( kuliah ) – yang boleh tanpa seragam, terutama yang bukan kedinasan , sampai “kebebasan mimbar”.  Bebas untuk menyampaikan saran, kritik hasil temuan ilmiah yang sesuai dengan etika dan norma hukum yang berlaku.  Namun tidak sedikit kebebasan yang dianut kalangan mahasiswa yang di salah arti dan salah gunakan.  Masih lekat dalam ingatan kita hasil penelitian kelompok Dasakung di Yogyakarta yang cukup menghebohkan tentang trend “kumpul kebo” di kalangan mahasiswa kost.  Penelitian berikutnya juga terjadi di kota-kota besar lainnya.

“kebebasan” mahasiswa pun membuahkan hasil dengan tumbangnya orde baru dan lahirnya era reformasi melalui gerakan moral, demonstrasi secara intens yang menuntut dan mendesak adanya perubahan iklim politik.  Hidup adalah sebuah pilihan, tidak sedikit mahasisiwa pun harus menentukan pilihan di era kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan materialisitik, antara memilih dan konsisten dengan idealismenya atau masuk pada kubangan hedonisme, materialisme dan pragmatisme.  Keduanya secara kasat mata nyata dihadapan kita semua.

Banyak faktor memang yang dapat mengkondisikan seseorang atau komunitas mahasiswa menentukan pilihannya.  Tetapi dengan karakter yang menonjol – kebebasannya – tadi, mereka berhak menentukan sendiri pilihannya, tentu dengan segala tanggung jawab dan kesiapan untuk menerima resikonya. 

Dalam buku “Jakarta Undercover” dan buku-buku sejenis lainnya, secarea gamblang terungkap bagaimana seseorang atau kelompok mahasiswa yang berasyik mansyuk bergelimang dalam kenikmatan dan kelezatan duniawi.  Tentu kita dengan mudah menuduhnya ah, itu kan oknum.  Tetapi itulah kenyataan sebuah pilihan perilaku.  Kita pun dapat bersyukur dan berbangga masih banyak mahasiswa yang tetap konsisten menyuarakan hati nurani dan idealismenya untuk menghadang setiap ketidak adilan, hege monipolitik, kolusi, korupsi dan nepotisme dengan berbagai resiko.  Tetapi yang harus di ingat adalah , mahasiswa sebagai kekuatan moral dan intelektual bukan preman, kita menyayangkan kalau mahasiswa terpancing untuk adu fisik dengan aparat atau mahasiswa yang tidak puas lantas mengadakan sweeping dan menganiaya aparat, tentu tindakan seperti itu yang harus dihindari.  Sebagai insan intelektual penegak moral dan nurani.

Pada hemat penulis, paling tidak terdapat 5 jenis ( model ) mahasiswa berdasarkan  gaya dan ekspresinya ; 1. mahasiswa yang apa adanya, kelompok ini mewakili mereka yang hanya belajar, kuliah , gelar dan bekerja nilai kepeduliannya kurang.  2. mahasiswa yang tidak ada apa-apanya, kelompok kedua ini jenis mahasiswa yang hanya menyandang “gelar” mahasiswa yang hanya nongkrong-nongkrong saja.  3. mahasiswa yang ada lebihnya, mahasiswa jenis ke-3 ini turut aktif di kampus dan peduli di masyarakat.  4. mahasiswa yang ada-ada saja, kelompok ke-4 ini adalah  mahasiswa yang banyak ulahnya dari mulai iseng, kriminal, tawuran , narkoba sampai susila     (moral ).  5. mahasiswa yang adanya – lebih dari sekedar ada, kelompok inilah yang penuh dengan idealisme, prestasi, karya dan peduli baik bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsanya.  Mahasiswa jenis ini adalah mereka yang menjalani kehidupan mahasiswanya penuh dengan kebermaknaan, visioner, proaktif, kepedulian, prestasi dan nilai-nilai.  Jenis kelima inilah barang kali yang kita semua banyak berharap terhadap perubahan atmosfir dan kondisi bangsa ini.

Sebagai bahan pertimbangan jika para mahasiswa kita memiliki kehidupan yang efektif sebagai mahasiwa maupun nanti ketika terjun di masyarakat adalah apa yang tertuang dalam bukunya Steven R. Covey yang berjudul “The 7 habits of highly effective people” tentang 7 sifat manusia yang sangat efektif.  Agar tidak menjadi skedar mahasiswa apa adanya atau tidak ada apa-apanya .  Menarik jika ke-7 sifat karya Covey ini dijadikan kebiasaan dan karakter mahasiswa Indonesia.  Ke-7 sifat itu ialah ; 1. kebiasaan bertindak berdasarkan hasil pemikiran akhir ( visioner ), 2. bersikap proaktif dalam menghadapi masalah dan kehidupan, 3. bertindak dengan meniliki skala prioritas, 4. memiliki empati, 5. bersikap win-win solution terhadap masalah ( konflik ), dan 6. berupaya menuju sinergi dan ke-7 selalu memperbaharui diri dengan cara belajar dan teruslah belajar ( asah gergaji ).  Hidup adalah  sebuah pilihan , dan setiap pilihan yang kita ambil akan berakibat  pada resiko tertentu , awal-ahir , cepat –lambat , di Dunia maupun Aherat kelak . Kehidupan yang bagaimana yang akan anda pilih wahai para mahasiswa.  Andalah  pemegang estapeta  perjuangan dan pembangunan bangsa yang besar dan kaya raya ini (we care for you ).

 

* Rustana Adhi

pengamat masalah sosial pendidikan, staf pengajar YP PGII , aktivis dan fasilitator PIPK PPT ITB