Melalui  berbagai kebijakannya, saat ini pemerintah menunjukkan komitmen dan kesungguhannya dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang bermutu dan efektif.  Lahirnya undang undang no 20  Tahun 2003 , tentang Sisdiknas , disusul denga Peraturan  Pemerintah No 15 Tahun 2005 , dilanjutkan dengan munculnya Peraturan Pemerintah No.22 tahun 2006, tentang standar isi, Peraturan Menteri No.23 tahun 2006 tentang standar kompentensi lulusan (SKL) adalah diantara buktinya.  Standar Nasional Pendidikan lain, yang saat ini sedang digodok adalah tentang Standar Penilaian Pendidikan. 

            Proses pendidikan akan berlangsung efektif dan memiliki dampak yang berarti bagi proses perubahan dan pembangunan jika dilihat melalui alat ukur kinerja baik proses maupun “produk”-nya.  Alat yang selama ini dikenal untuk melihat kinerja tersebut adalah evaluasi pendidikan.  Dengan instrumen evaluasi yang baik dan representatif serta valid maka efektivitas dan kualitas pendidikan yang selama ini berjalan dapat dengan mudah terlihat.

            Yang menarik dalam evaluasi pendidikan yang saat ini dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional adalah dengan model penilaian yang dilakukan oleh peserta didik dan antar peserta didik (self assesment).  Penilaian oleh peserta didik (self assesment) adalah sebuah teknik penilaian yang dilakukan oleh peserta didik (siswa) dalam menggali, menemukan dan mengemukakan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya dalam berbagai hal, serta mampu untuk menyikapi dan memperbaiki atas segala kekurangan yang ada serta menguatkan dan mengembangkan leibh lanjut atas segala kelebihannya.

            Di lingkungan Departemen Pendidikan, istilah penilaian diri atau self assesment tidaklah asing, pada saat penyelenggaraan akreditasi sekolah atau pendidikan, sekolah sebelum dinilai oleh tim evaluator atau assessor maka sekolah diharuskan untuk mengadakan penilaian kondisi dan kinerja atas keadaan sekolahnya pada saat sedang berlangsung.  Dampak positif dengan adanya penilaian oleh diri sendiri adalah pihak yang menilai dituntut dengan hati nuraninya, kejujurannya dan kejernihan pemikirannya untuk menilai kondisi dirinya baik individu maupun institusi.

            Model penilaian yang saat ini sedang diolah , yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 tersebut  adalah model penilaian yang dilaksanakan oleh pendidik, penilaian yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan yang dilaksanakan oleh pemerintah.  Penilaian oleh peserta didik akan lebih melengkapkan model penilaian yang selama ini ada. 

            Penilaian diri sebagai teknik penilaian pada hemat penulis akan sangat efektif untuk menggali nilai-nilai spiritual, moral, motif, sikap, bahkan aspek motorik dan kognitif siswa.  Dengan teknik ini peserta didik diajak secara objektif untuk melihat ke dalam dan keadaan dirinya sendiri, sekali lagi dengan jujur dan jernih.  Dampak positif lain dari efektivitas teknik penilaian diri adalah peserta didik akan dikondisikan dan dibiasakan untuk selalu jujur.  Dan jika anak selalu menjaga kondisi sikap dirinya al ini sangat positif bagi upaya pembangunan karakter anak.

            Pendidikan yang berlangsung selama ini, ibarat sebuah menara gading, formalistis, disintegritas dan hipokrit.  Untuk itu perlu ada perubahan paradigma pendidikan yang sangat mendasar.

            Krisis yang saat ini masih melanda bangsa kita adalah krisis multidimensi yang berakar pada masalah moral.  Berbicara moral adalah berbicara nilai-nilai dasar dalam kehidupan, yang akan membentuk sikap mental.  Penlaian diri diharapkan mampu menyentuh nilai azasi manusia yaitu hati nurani, sebab dengan menilai diri sendiri para siswa akan berdialog dengan kesadarannya sendiri.

Dalam panduan umum penilaian pendidikan, yang segera akan ditetapkan oleh Mendiknas, penilaian diri (self assesment) merupakan salah satu teknik penilaian.  Teknik penilaian yang lain adalah tes tertulis, obervasi, tes praktik, penugasan tes lisan, penilain portopolio, jurnal, inventori, dan penilaian antar teman.  Berbagai model penilaian tersebut harus dikembangkan lebih lanjut oleh kelompok mata pelajaran yang meliputi kelompok mata pelejaran ilmu pengetahuan dan teknologi, agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika jasmani, olahraga dan kesehatan.

 

Penilaian diri dan kecerdasan ganda

Berdasarkan hasil penelitian oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan ganda.  Diantara kecerdasan ganda yang terpenting adalah kecerdasan intrapersonal – kecerdasan dalam pemhaman diri.  Penilaian oleh diri sendiri diharapkan akan lebih mampu aspek dalam (isoteris) dari kepribadian manusai atau siswa.  Daniel Goleman dengan konsep emosional intelligence-nya menyebutkan bahwa emosi seseorang 80% lebih unggul dari kecerdasan intelektualnya.  Dengan adanya teknik evaluasi atau penilaian diri dalam sistem pendidikan kita sangat berharap, tingkat kejujuran genrrasi muda kita akan lebih baik.  Masalah yang sekiranya muncul di lapangan adalah kepiawaian para guru untuk menggunakan teknik ini sehingga dapat berlangsung dengan efektif bukannya menjadikan anak takut untuk mengungkapkan kelemahan, kelebihan, dan potensi dirinya, sehingga kurang tergali.

Penilaian diari merupakan salah satu teknik dan model, para guru dapat menggunakan model lain yang lebih efektif dengan tidak meninggalkan substansinya, yaitu pemberdayaan peserta didik (empowerment) dan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik serta hidup bermakna (transformatif).

 

Penilaian diri dan pendidikan agama.

Bebagai kasus yang melibatkan pelajar akhir-akhir ini, kasus perkosaan, pelecehan, tawuran, narkoba, dan kriminal lainnya menunjukan lemahnya nurani. Nurani yang sakit menggambarkan , bahwa pendidikan agama selama ini, belum berfungsi efektif. Pendidikan agama saat ini baru pada tataran formal dan ritual kurang menyentuh aspek pembentuk karakter.  Teknik penilaian diri merupakan salah saru model yang diharapkan mampu lebih banyak menggali dan menyentuh nurani dan fitrahnya.

Penilaian penddidikan agama saat ini cenderung lebih pada aspek kognitif kurang menyentuh aspek afektif, sehingga terjadi pecah kepribadian (split personality).  Kita khawatir akan semakin hancur generasi mendatang di tengah persaingan yang sangat ketat dan benturan budaya yang sangat dahsyat.  Kita tidak terlalu berharap banyak dengan adanya teknik ini, karena untuk melakukan pendidikan yang efektif banyak fakta yang terkait.  Tetapi optimisme kita semoga dapat menjadi solusi bagi pemberdayaan seluruh potensi siswa dan pembentukan karakter dengan adanya modal evaluasi diri (self assessment) ini.

 

*) Rustana Adhi

Stap pengajar dan tim pengembang pada Yayasan Pendidikan PGII  Bandung . Koordinator Forum studi dan Kajian Kebijakan Pendidikan (FORSKKAPI )