Jagalah pikiran karena pikiran akan melahirkan kata-kata, jagalah kata-kata karena kata-kata akan melahirkan perbuatan, jagalah perbuatan karena perbuatan akan melahirkan kebiasaan, jagalah kebiasaan karena kebiasaan akan melahirkan karakter, jagalah karakter karena karakter akan menentukan nasib  (anonim ).

Jika kita cermati, untaian kata-kata hikmah atau syair tersebut maka kita akan mendapatkan kandungan yang sangat dalam dan luar biasa. Bagaimana sebuah karakter terbentuk dan berpengaruh terhadap masa depan (nasib) seseorang atau sebuah komunitas bahkan suatu bangsa. Mari kita tengok, bangsa Jepang dan China sebagai contoh kemajuan bangsanya yang fenomenal merupakan cerminan dari watak atau karakter  warga dan masyarakatnya yang unggul. Jepang dengan semangat “Bushido” dan China dengan semangat “Confushian” nya telah berhasil dan menunjukan pada dunia akan keunggulan karakter warga negara dan masyarakatnya. Dalam sejarah umat Islam, bagaimana Nabi Muhammad SAW mampu membangun karakter para sahabatnya sehingga selama  kurang lebih 23 tahun ajaran Islam tersebar keseluruh dunia, sehingga Michael Hart dalam bukunya “100 Tokoh Dunia yang Paling Berpengaruh” menempatkan Nabi Muhammad sebagai orang yang pantas menduduki peringkat pertama, salah satu keberhasilan Nabi Muhammad adalah karena keberhasilanya dalam membangun karakter unggul atau akhlak  mulia para sahabat dan pengikutnya.

Dari gambaran diatas, kita semakin yakin akan pentingnya pembentukan karakter atau watak pada anak kita melalui kehidupan keluarga maupun pendidikan di lingkungan sekolah. Dalam perspektif Psikologi, karakter atau watak merupakan keadaan seseorang yang terikat dengan norma-norma sosial. Berbeda dengan istilah kepribadian yang menunjukan apa adanya dari sifat seseorang (deskriptif). Sumadi Suryabrata (2003) dalam bukunya “Psikologi Kepribadian“ menyatakan kata watak dipakai dalam arti normatif, orang dikatakan mempunyai watak dalam sikap, tingkah laku dan perbuatannya dipandang dari norma-norma sosial baik, dan dipandang tidak berwatak jika perbuatannya dipandang dari norma-norma sosial, tidak baik. Dalam bukunya tersebut Sumadi Suryabrata menyamakan istilah watak dengan karakter. Dalam konteks pendidikan, institusi pendidikan yang bersifat normatif, di lingkungan sekolah terjadi transmisi dan transformasi nilai-nilai dan norma-norma, baik yang bernilai universal maupun lokal. Sejatinya sekolah sebagai pranata pendidikan mampu melahirkan peserta didik sebagai outcome yang berkarakter unggul, sesuai dengan tuntutan jamannya.

Kurikulum baru dan pengemangan karakter
            Dalam kurikulum 2006, yang dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), perhatian pada pendidikan dan pembentukan karakter siswa sangat tinggi. Hal ini tampak dengan adanya program pengembangan diri. Melalui pengembangan diri ini, sekolah diberi kesempatan seluas –luasnya untuk mendisain (merancang) program pengembangan diri yang sangat sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan serta kebutuhan siswa .

Jika kita cermati  kondisi pendidikan dan persekolahan kita saat ini, bagaimana sikap, perilaku dan karakter negatif masih saja menggejala, dengan tidak mengurangi penghargaan bagi para siswa yang tetap memiliki motivasi tinggi dan prestasi baik serta upaya guru-guru yang tiada henti-hentinya menanamkan karakter positif dan unggul. Perilaku seperti pergaulan bebas, sikap hedonisme, kriminalitas, tradisi nyontek, budaya instan, arogan, asosial, dll.  Sikap-sikap tersebut dalam jangka panjang sangat merusak dan merugikan diri sendiri dan masyarakat luas bahkan bangsa, ditengah persaingan yang ketat. Kembali pada masalah pokok kita, model dan karakter bagaimana yang saat ini perlu dibangun dalam diri generasi muda kita. Sebagai bahan bagi pihak sekolah  dalam upaya penyusunan program pengembangan diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  (KTSP ) sekolahnya.  Menarik untuk kita kaji bersama karya dari DR. Ratna Megawangi dalam bukunya Pendidikan Karakter (2004), menyampaikan 9 perilaku pembentukan karakter dalam pendidikan, yaitu;

1. Menanamkan rasa cinta pada Tuhan dan kebenaran.

2. Menumbuhkan sikap tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian.

3. Menumbuhkan sikap amanah dan kejujuran.

4. Menumbuhkembangkan rasa hormat dan santun.

5. Mengembangkan sikap kasih sayang, kepedulian dan kerja sama.

6. Menumbuhkan rasa percaya diri, kreatif dan pantang menyerah.

7. Membangun sikap keadilan dan kepemimpinan.

8. Menumbuhkan sikap baik dan rendah hati.

9. Membangun dan menumbuhkan sikap toleransi dan cinta damai.

Kesembilan prinsip pilar-pilar karakter tersebut jika dicermati sudah sangat sesuai dengan kondisi di masyarakat kita yang menunjang nilai-nilai ketuhanan, keadilan, persatuan, kesatuan, musyawarah, yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Menengok pada modal pendidikan di sekolah-sekolah kita, banyak cara menanamkan karakter unggul, baik melalui pendekatan intrakurikuler, kokulikuler, maupun ekstrakulikuler. Tetapi yang paling mendasar adalah melalui lingkungan sekolah yang sudah merupakan budaya sekolah         (school culture) dan contoh atau keteladanan para guru serta pimpinan sekolah. Berbicara budaya sekolah maka kita akan menegok nilai nilai, sikap, prilaku, kebiasaan dan simbol-simbol fisik yang mendukung bagi upaya tumbuh kembangnya karakter positif dan unggul (excellent).

Pendidikan dan karakter unggul

Di akhir tahun 2005 lalu ,dari mulai presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai Gubernur Jawa Barat, Dani Setiawan, saat akan memasuki tahun baru 2006 , menyerukan akan pentingnya budaya unggul bagi bangsa Indonesia. Saat ini di tengah-tengah daya saing bangsa-bangsa yang sangat ketat di dunia. Pendidikan dan pembentukan karakter bagi bangsa Indonesia saat ini sangatlah urgen, mendesak dan critical bagi kelangsungan hidup bangsa ini kedepan. Krisis multidimensi saat ini seharusnya menyadarkan kita akan pentingnya membangun dan pembentukan karakter generasi muda kita. Sekolah diharapkan dapat menjadi pelengkap (complement) dan memperkaya (supplement) terhadap pendidikan karakter yang ada di lingkungan pendidikan keluarga. Karena bagaimanapun keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam penanaman nilai-nilai dan pembentukan karakter pada generasi muda (anak-anak).

Dalam kurikulum 2004 atau KBK, yang saat ini telah disempurnakan menjadi kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ),  disamping tuntunan kompetensi pada peserta didik juga ada pendekatan dalam menumbuhkan sikap yaitu melalui pembiasaan. Jika model pembiasaan berhasil dan efektif diterapkan pada siswa maka lambat laun akan terbentuk habits yang merupakan cikal bakal terbentuknya karakter. Menarik untuk kita simak bersama, ungkapan Prof. DR. Gede Raka, MIME seorang guru besar ITB yang sangat peduli pada kreativitas dan pengembangan pendidikan di Indonesia, berkaitan dengan pentingnya pembentukan karakter, pendidikan dan pembangunan  bangsa, menurut beliau, ”Tiada bangsa yang maju kecuali didukung oleh warga negara yang unggul (berkarakter unggul) tidak ada warga negara yang berkarakter unggul kecuali didukung oleh sistem pendidikan yang maju. Tidak ada pendidikan yang maju kecuali didukung oleh guru-guru yang bermutu, tidak ada guru-guru yang bermutu jika tidak didukung oleh komitmen dan karakter yang unggul, mari kita miliki dan tumbuh kembangkan karakter unggul muda saat ini,  sekecil apapun dan mulai dari diri sendiri.” 

Model atau sistem pendidikan yang mampu membangun karakter anak bangsa adalah model pendidikan yang sekiranya dapat di ibaratkan sebagai sebuah pohon yang kokoh, pohon yang kokoh dan bagus adalah pohon yang memiliki akar yang kuat terhujam sampai ke dasar tanah, batangnya yang kokoh, besar dengan dahan yang banyak, ranting yang banyak sebagai pangkal tubuhnya daun dan buah, serta daun yang rindang dan buah yang banyak dan bagus. Sistem pendidikan yang sekiranya dapat membangun karakter peserta didik yaitu yang memiliki landasan falsafah yang jelas, nilai-nilai dasar tegas yang bersifat fundamental dan menyeluruh (holistic). Jika aspek ini tidak terpenuhi jangan mimpi mampu melahirkan sebuah karakter yang unggul. Adapun batang yang kokoh menggambarkan landasan konsep teori, teori, budaya dan manajemen pendidikan yang mantap, transparan dan profesional, jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dahan dan ranting yang banyak mrngambarkan guru-guru yang memiliki integritas tinggi, komitmen yang kuat, profesional, berwawasan, kreatif dan peduli serta berakhlakul karimah sehingga menjadi inspirasi dan teladan bagi murid-muridnya. Daun yang banyak dan buah yang bagus mengambarkan output dan outcome pendidikan yang kita harapkan sosok para siswa yang memiliki iman yang kuat dan mantap, bertaqwa, berakhlakul karimah, taat, ibadah, cerdas, kreatif, peduli pada sesama, cinta lingkungan, jujur dan bertangung jawab. Itulah sosok pribadi yang berkarakter unggul. Sudah seperti itukah arah dan hasil pendidikan kita?. Semoga dengan mulai diberlakukannya kurikulum baru  2006 , KTSP ,melalui program pengembangan diri , pembentukan karakter anak bangsa ( character building ) lebih baik lagi.

* Drs. Rustana Adhi.
Penulis adalah guru SMP/SMA PGII1, fasilitator ELTAP dan penggiat PIPK PPT ITB.